Sudah lama aku menaruh hati padanya, namun hanya berani
curi-curi pandang saja. Aku selalu merasa mungkin sudah ditakdirkan
ketika pandangan kita beradu di hari itu. Aku ingat saat itu bulan
Juli, saat ketika toko sibuk luar biasa
karena menyambut lebaran. Saat itu aku sedang memandang dari etalase jendela dan sudut mataku bergetar
pertama kali melihatmu.
Pandangan pertama yang membuatku terpukau adalah rambutmu
yang hitam tergerai, berombak-ombak tersapu angin sungguh menawan dan yang paling
membuatku terpukau adalah matamu, sungguh mati, baru pertama kali aku melihat
mata sejernih itu. Ah paling hanya 10 detik aku memandang matamu, tapi aku seperti tersedot, berputar-putar,
seakan tertarik dalam sebuah dimensi yang lain.
Entah ini sudah takdir atau memang keberuntungan semata, si
mata indah itu masuk kedalam toko dan ternyata ini adalah hari pertama dia
bekerja disini. Di toko ini. Di tempat yang sama denganku.
Hari berganti hari, berganti minggu berganti bulan,
tapi..ah..aku belum punya keberanian untuk berkenalan dengannya, apalagi
menyatakan perasaanku padanya.
“aku ingin menegurnya” ucapku pada temanku yang berdiri di
sebelahku
“siapa?” tanyanya
“pegawai baru itu” sahutku
“ya tegur saja, apa sulitnya, kasih boneka, kasih hadiah..siapa
tau kalian bisa kencan” cerocosnya. Kurasakan nada nyinyir dalam jawabannya dan
entah kenapa ucapannya membuat hati ku nyeri. Menyadarkanku bahwa aku
adalah seorang lelaki pemalu.
Namun se-pemalu apapun kalian, kalian pasti pernah jatuh
cinta kan, rasanya sesak dan jutaan kupu-kupu berputaran di perutmu. Sekali dua
kali mungkin masih bisa kalian tahan perasaan ini, tapi toh pertahananmu akan
bobol juga pada akhirnya.
Minggu berganti bulan, Juli bergeser menjadi Agustus. Awal
bulan inilah waktu yang kunanti. Saat dimana karyawan bekerja lembur untuk
menata toko dengan desain dan tema yang baru. Aku bertekad, hari ini saatnya
bertindak. Semua sudah kurancang dengan rapi.
“hai” sapaku padanya
Kau hanya terdiam.
“siapa namamu?”
Aku pandang matamu, Kegugupan melandaku dan kau masih terdiam.
“bolehkah aku berkenalan denganmu”
Kau masih juga diam.
Lalu kurasakan jarimu di tanganku. Kehangatan menjalar
merayap hingga menusuk kedalam rongga dadaku. Kubiarkan engkau melucuti
pakaianku, lalu celanaku, lalu kau lepaskan tangan kananku, lalu tangan kiriku,
lalu kau pisahkan badanku dengan kakiku.
Kau pakaikan baju dan celana baru untukku.
“terima kasih” ucapku dengan tulus.
Tanpa suara, kau melangkah pergi. Bergerak menuju boneka
pajangan lainnya. Ah, andai engkau tahu betapa inginnya aku mengetahui namamu
nona manis.
-Alin Sujatmiko-
221015
Cabe Garam
CS Bandung Writers' Club 4th Meeting
No comments:
Post a Comment