Aku adalah boneka salju. Bukan, aku bukan boneka yang hadir
di musim dingin dan kerap menjadi ikon hari Natal. Salju adalah
singkatan dari "salah jurusan". Aku ini adalah "boneka salah jurusan".
Seharusnya aku dikirim ke sebuah butik di kota. Didandani
dengan baju yang bagus. Dipasang di ruang nyaman ber-AC yang berkarpet
empuk. Tapi yang terjadi adalah, aku dikirim ke sebuah desa pertanian
yang jauuuuh sekali dari kota. Sepasang suami-istri yang tampak lugu dan
baik hatilah yang menerimaku. Awalnya, pasangan suami-istri itu tampak
bingung menyambut kehadiranku.
"Kenapa kita dikirimi ini oleh Pak Chandra, ya, Pak?" tanya Sang Ibu sambil mengamat-amati aku dari atas sampai bawah.
"Bapak juga kurang paham, Bu. Mau kita apakan, ya, bonekah ini?" Si Bapak malah balik bertanya.
Suami-istri itu kemudian sama-sama terdiam. Keduanya mengamat-amati aku sampai aku mulai merasa risih. Tiba-tiba mata Si Ibu berbinar.
"Pak, Ibu tahu!"
"Bagaimana, bagaimana, Bu?" meskipun Si Ibu belum mulai menjelaskan apapun, mata Si Bapak sudah ikut berbinar."
"Kita pasang saja bonekah ini di sawah, jadi bebegik ..."
"Wah, bagus usulmu, Bu. Besok pagi dia sama-sama kita bawa ke sawah, ya ..."
"Bapak juga kurang paham, Bu. Mau kita apakan, ya, bonekah ini?" Si Bapak malah balik bertanya.
Suami-istri itu kemudian sama-sama terdiam. Keduanya mengamat-amati aku sampai aku mulai merasa risih. Tiba-tiba mata Si Ibu berbinar.
"Pak, Ibu tahu!"
"Bagaimana, bagaimana, Bu?" meskipun Si Ibu belum mulai menjelaskan apapun, mata Si Bapak sudah ikut berbinar."
"Kita pasang saja bonekah ini di sawah, jadi bebegik ..."
"Wah, bagus usulmu, Bu. Besok pagi dia sama-sama kita bawa ke sawah, ya ..."
Kemudian pasangan suami itu pergi tidur sambil saling
bergenggaman tangan. Sementara aku sendiri masih bertanya-tanya. Apa itu
bebegik? Baju seperti apa yang nanti akan dipakaikan kepadaku? Apakah
bagus?
Keesokan paginya, pasangan suami-istri itu bangun lebih
pagi daripada fajar. Mereka mendandani aku dengan ... pakaian
compang-camping. Apa?!!! Compang-camping?!!! Ah, tapi akhirnya aku
mencoba berbaik sangka. Mungkin memang begitulah tren busana di daerah
ini.
Berdua suami-istri itu menggotong aku sambil
menyenandungkan lagu-lagu tradisional. Begitu tiba di sawah, aku
dipancangkan di atas tanah berlumpur. Selanjutnya, suami-istri itu sibuk
menggarap lahan. Matahari perlahan meninggi. Aku mulai dapat melihat di
sekitarku dengan jelas. Hijau dan kuning yang menghampar. Angkasa yang
biru. Kerbau. Gunung-gunung yang masih terhalang kabut. Apa yang kulihat
memang berbeda dengan apa yang biasa kulihat dari jendela butik. Tapi
... indah sekali. Dari tempatku berdiri saat itu, aku dapat melihat
kehidupan secara lebih luas. Kehidupan yang biasanya hanya bisa kulihat
di televisi atau poster-poster yang tak bergerak.
Beberapa ekor burung seperti ingin terbang mendekat, namun
tampak urung dan ragu. Aku tak mengerti mengapa begitu. Hingga tiba-tiba
seekor burung melintas di atasku. Tak sengaja ia menjatuhkan sesuatu
tepat di dekatku. Aku mengamati benda jatuh itu, lalu menyapanya.
"Hai, aku boneka salju. Tapi bukan karena aku dibuat dari
salju musim dingin, lho. Salju adalah singkatan dari 'salah jurusan' ..
yikikikik ..."
"Hai ... aku adalah Snowman. Tapi aku juga tidak terbuat dari salju. Aku adalah spidol warna ... yekekekek ...." Snowman memarkan merek yang tertulis di tubuhnya yang ramping sambil terkekeh. Aku juga ikut terkekeh.
"Hai ... aku adalah Snowman. Tapi aku juga tidak terbuat dari salju. Aku adalah spidol warna ... yekekekek ...." Snowman memarkan merek yang tertulis di tubuhnya yang ramping sambil terkekeh. Aku juga ikut terkekeh.
Warna Snowman kuning. Maka, ia segera tersaru di antara
sebagian hamparan padi yang juga telah menguning. Snowman hilang entah
ke mana. Atau mungkin masih ada di sana, tapi sedang bersembunyi saja.
Aku melayangkan pandang ke sekitarku. Aku sendirian. Di
sana, aku adalah satu-satunya manekin. Itu sebabnya aku menjadi
satu-satunya boneka salju.
Tapi sendiri ternyata tak membuatku merasa kesepian. Entah mengapa.
-Sundea-
221015
Cabe Garam
CS Bandung Writers' Club 4th Meeting
No comments:
Post a Comment