“Dys, di sini ada nggak?”
“Kalau di Lab Biologi kemaren ada nggak? Katanya ada yang lihat patung peraganya goyang-goyang…”
“Ih yang di lapangan belakang pasti ada tuh kayaknya…”
Dan topik obrolan mereka pun beralih menjadi hal-hal mistis yang terjadi di sekolah.
“Kalau di Lab Biologi kemaren ada nggak? Katanya ada yang lihat patung peraganya goyang-goyang…”
“Ih yang di lapangan belakang pasti ada tuh kayaknya…”
Dan topik obrolan mereka pun beralih menjadi hal-hal mistis yang terjadi di sekolah.
Menjadi indigo
itu menyebalkan. Sosok-sosok aneh memunculkan diri tepat di depan matamu tanpa
kau minta. Kau tahu apa lagi yang lebih menyebalkan? Dikelilingi orang-orang
yang alih-alih kasihan kepadamu, mereka terus saja bertanya apakah aku melihat
ini atau itu yang tak dapat mereka lihat. Itu menyebalkan.
“Eh Gladys, jadi gimana? Ada nggak?”
Harusnya ini
minggu santai setelah UAN. Lepas dari semua beban dan stress belajar, boleh
bawa komik, boleh nongkrong di kantin atau lapangan seharian. Tapi semua
obrolan teman-temanku ini membuatku semakin jengah.
Aku tidak menjawab. Kalian pikir ini
bakat?? Ini kutukan!!
“Hngg aku pulang dulu deh, ditunggu Mama.
Daah!”
Andai saja aku
bisa memilih untuk tidak melihat kakak rambut panjang yang berdiri di pojok
sana, atau paman tanpa kepala di atas lemari Lab Biologi atau sang jubah putih
di atas pohon akasia di lapangan belakang sekolah. Belum lagi paman mesum di
toilet wanita.
Entah dari mana
awalnya. Apakah nenek yang di dapur, atau anak kecil di kolong meja. Sepanjang
jalan aku mengingat-ingat awal dari kutukan ini. Mungkin turunan kesekian,
karena orang tuaku tidak ada yang seperti aku. Mungkin aku terlalu banyak dosa di
kehidupan sebelumnya? Mungkin……
DIIIIIINNN!!!!!
Aku menoleh. Lampu. Besi. Truk. Terlam………
BRAAAAKKK!!!!
*****
Gelap.
Gelap.
“Mama?”
“Gladys? Nak, kamu sudah sadar?”
“Mama?”
“Papah! Cepat panggil suster, Gladys
sadar!! Iya, Nak.. Mama disini, Nak…”
“Gelap, Ma..”
Aku mendengar mama menangis.
Aku mendengar langkah orang-orang. Mungkin para suster. Mungkin dokter.
Ah, apakah aku di rumah sakit?
Aku meraba wajahku.
Aku mendengar langkah orang-orang. Mungkin para suster. Mungkin dokter.
Ah, apakah aku di rumah sakit?
Aku meraba wajahku.
Perban.
Perban?
“Nak… Gladys… Mungkin setelah ini Gladys
nggak bisa melihat lagi…”
“Ah, … Hore. Syukurlah.”
-Rahadini Windia-
291015
Malang
No comments:
Post a Comment