Pagi ini cerah, hatiku pun ceria. Hari sabtu, saatnya akan
bertemu dengan tiga keponakanku. Kadang aku tak sabar menunggu mereka
datang ke rumah. Namun seperti biasa, pagi ini aku harus praktek dulu,
buka klinik pagi di rumah sakit sampai pukul satu siang. Sabtu biasanya
cukup ramai.
Pasien pertama, anak laki-laki usia 5 tahun, datang kontrol
setelah dirawat minggu lalu, wajahnya pucat, juga tampak kekuningan...
Aku khawatir, kuminta pasienku naik ke tempat tidur. Badannya demam
tinggi, konjungtiva matanya tampak pucat sekali, entah berapa kadar
hemoglobinnya sekarang, padahal minggu lalu sudah transfusi 3 kantung
darah. Dia menderita leukemia, kanker sel darah putih. Selain itu ada
komplikasi infeksi di saluran empedunya. Sebenarnya dia sudah pernah
berobat ke rumah sakit si ibukota propinsi, namun karena alasan biaya
dan jarah yang jauh, pengobatannya tidak dilanjutkan. Jadi dia dibawa
ibunya berobat ke rumah sakitku yg relatif lebih kecil dan kurang
lengkap untuk bisa menangani kasus leukemia. Aku bilang pada ibunya,
anak ibu harus dirawat, dan sebaiknya dirujuk ke rumah sakit di bandung.
Aku juga menjelaskan di rumah sakit ini tidak bisa melakukan kemoterapi
untuk pasien leukemia. Mendengar kata-kataku tentang dirawat,
Rizki-bukan nama sebenarnya- langsung menangis, dia merengek tidak mau
dirawat, tidak mau disuntik lagi. Ibunya pun bingung, memohon penjelasan
agar boleh tidak dirawat. Aku terdiam sejenak, berpikir. Aku sebenarnya
tahu harus berkata apa, namun aku menyiapkan diriku untuk
mengatakannya. Dalam jeda itu, sambil kupandang wajah Rizki dan ibunya
aku berkata: kalau tidak dirawat, saya takut Rizki tidak akan tertolong.
Airmata mulai menetes dari wajah sang ibu, tatapannya penuh kasih
sayang. Namun tampak ada keputusasaan, sambil memeluk anaknya dia pun
berkata: suami saya menganggur dok, cuma kerja serabutan. Kalau dibawa
ke bandung, kami tidak punya biaya untuk bolak balik, dan suami saya
tidak bisa kerja dan ikut menunggui Rizki. Saya mencoba tersenyum dan
berkata, saya mengerti bu, dan tidak akan memaksa ibu ke bandung. Mari
kita usahakan yg terbaik demi Rizki, saya rawat disini, saya transfusi,
dan berikan obat yg ada, mudah2an, membaik walaupun tidak sampai sembuh
ya bu. Iya dok, biar sementara dirawat disini dulu saja. Iya bu,
sekarang ibu ikut dengan perawat saya untuk ke ruang perawatan. Mereka
pun keluar dari kamar praktek saya. Perawat saya berkata, pasien
berikutnya dok? Nanti dulu sebentar ujarku. Aku merasa perlu terdiam
sejenak, mengambil napas. Kegembiraanku tadi pagi, rasanya menguap entah
kemana. Masih ada 20 tumpuk status di mejaku. Aku harus bangkit, aku
harus tersenyum lagi. Kutarik napasku, kutarik helm untuk menutupi rasa
sedihku, kutarik sudut bibirku untuk tersenyum. Bismillah. Aku minta
perawatku memanggil pasien berikutnya.
-Indra Sahril-
291015
Surabaya
-
No comments:
Post a Comment