Wednesday, November 25, 2015

Punggung

Jika ada yang diberi pertanyaan, "Apa yang paling kau ingat tentang mantan kekasih terakhirmu?" mungkin mereka akan menjawab, "Hangatnya," "Senyumnya," "Wanginya," "Matanya," "Hidungnya," atau bahkan, "Ciumannya."

Dan aku akan menjawab, "Punggungnya."


Ah, mana bisa kulupakan kau dan punggungmu itu. Punggung yang sama sekali tidak kokoh sebenarnya, karena kau termasuk sangat kurus untuk ukuran pria seumuranmu. Tapi punggungmu itu, ya, yang kurus ceking itu, adalah punggung yang selama ini menentramkanku. Punggungmu itu selalu menyembunyikanku dari dinginnya angin malam kota Bandung sehabis hujan. Kau tentu ingat betapa erat pelukanku di atas motor tuamu. Dan punggungmu selalu bisa kujadikan sandaran dan penampung air mata. Sudah kubilang aku berjanji tidak pernah menangis di depanmu kan? Aku menepatinya. Aku sering menangis diam-diam di belakangmu. Aku tau bahwa kau tau itu. Tapi aku tak peduli selama kau tetap pura-pura tak peduli.


Sampai kini aku masih bertanya pada semesta, mengapa harus punggung kurus ceking favoritku itu menjadi hal yang terakhir yang kulihat darimu di lorong samping laboratorium setelah kau berkata lirih, "Kita sampai di sini saja ya Dik, aku mau kembali pada tunanganku di Surabaya."

-Rahadini Windia-
121115
Malang

CS Bandung Writers' Club 7th Meeting

No comments:

Post a Comment