Saturday, November 21, 2015

Hore

Pagi ini cerah, hatiku pun ceria. Hari sabtu, saatnya akan bertemu dengan tiga keponakanku. Kadang aku tak sabar menunggu mereka datang ke rumah. Namun seperti biasa, pagi ini aku harus praktek dulu, buka klinik pagi di rumah sakit sampai pukul satu siang. Sabtu biasanya cukup ramai.

Pasien pertama, anak laki-laki usia 5 tahun, datang kontrol setelah dirawat minggu lalu, wajahnya pucat, juga tampak kekuningan... Aku khawatir, kuminta pasienku naik ke tempat tidur. Badannya demam tinggi, konjungtiva matanya tampak pucat sekali, entah berapa kadar hemoglobinnya sekarang, padahal minggu lalu sudah transfusi 3 kantung darah. Dia menderita leukemia, kanker sel darah putih. Selain itu ada komplikasi infeksi di saluran empedunya. Sebenarnya dia sudah pernah berobat ke rumah sakit si ibukota propinsi, namun karena alasan biaya dan jarah yang jauh, pengobatannya tidak dilanjutkan. Jadi dia dibawa ibunya berobat ke rumah sakitku yg relatif lebih kecil dan kurang lengkap untuk bisa menangani kasus leukemia. Aku bilang pada ibunya, anak ibu harus dirawat, dan sebaiknya dirujuk ke rumah sakit di bandung. Aku juga menjelaskan di rumah sakit ini tidak bisa melakukan kemoterapi untuk pasien leukemia. Mendengar kata-kataku tentang dirawat, Rizki-bukan nama sebenarnya- langsung menangis, dia merengek tidak mau dirawat, tidak mau disuntik lagi. Ibunya pun bingung, memohon penjelasan agar boleh tidak dirawat. Aku terdiam sejenak, berpikir. Aku sebenarnya tahu harus berkata apa, namun aku menyiapkan diriku untuk mengatakannya. Dalam jeda itu, sambil kupandang wajah Rizki dan ibunya aku berkata: kalau tidak dirawat, saya takut Rizki tidak akan tertolong. Airmata mulai menetes dari wajah sang ibu, tatapannya penuh kasih sayang. Namun tampak ada keputusasaan, sambil memeluk anaknya dia pun berkata: suami saya menganggur dok, cuma kerja serabutan. Kalau dibawa ke bandung, kami tidak punya biaya untuk bolak balik, dan suami saya tidak bisa kerja dan ikut menunggui Rizki. Saya mencoba tersenyum dan berkata, saya mengerti bu, dan tidak akan memaksa ibu ke bandung. Mari kita usahakan yg terbaik demi Rizki, saya rawat disini, saya transfusi, dan berikan obat yg ada, mudah2an, membaik walaupun tidak sampai sembuh ya bu. Iya dok, biar sementara dirawat disini dulu saja. Iya bu, sekarang ibu ikut dengan perawat saya untuk ke ruang perawatan. Mereka pun keluar dari kamar praktek saya. Perawat saya berkata, pasien berikutnya dok? Nanti dulu sebentar ujarku. Aku merasa perlu terdiam sejenak, mengambil napas. Kegembiraanku tadi pagi, rasanya menguap entah kemana. Masih ada 20 tumpuk status di mejaku. Aku harus bangkit, aku harus tersenyum lagi. Kutarik napasku, kutarik helm untuk menutupi rasa sedihku, kutarik sudut bibirku untuk tersenyum. Bismillah. Aku minta perawatku memanggil pasien berikutnya.

-Indra Sahril-
291015
Surabaya


-

No comments:

Post a Comment