Tuesday, November 3, 2015

Hikayat Boneka Salju

Aku adalah boneka salju. Bukan, aku bukan boneka yang hadir di musim dingin dan kerap menjadi ikon hari Natal. Salju adalah singkatan dari "salah jurusan". Aku ini adalah "boneka salah jurusan".

Seharusnya aku dikirim ke sebuah butik di kota. Didandani dengan baju yang bagus. Dipasang di ruang nyaman ber-AC yang berkarpet empuk. Tapi yang terjadi adalah, aku dikirim ke sebuah desa pertanian yang jauuuuh sekali dari kota. Sepasang suami-istri yang tampak lugu dan baik hatilah yang menerimaku. Awalnya, pasangan suami-istri itu tampak bingung menyambut kehadiranku.

"Kenapa kita dikirimi ini oleh Pak Chandra, ya, Pak?" tanya Sang Ibu sambil mengamat-amati aku dari atas sampai bawah.
"Bapak juga kurang paham, Bu. Mau kita apakan, ya, bonekah ini?" Si Bapak malah balik bertanya.
Suami-istri itu kemudian sama-sama terdiam. Keduanya mengamat-amati aku sampai aku mulai merasa risih. Tiba-tiba mata Si Ibu berbinar.
"Pak, Ibu tahu!"
"Bagaimana, bagaimana, Bu?" meskipun Si Ibu belum mulai menjelaskan apapun, mata Si Bapak sudah ikut berbinar."
"Kita pasang saja bonekah ini di sawah, jadi bebegik ..."
"Wah, bagus usulmu, Bu. Besok pagi dia sama-sama kita bawa ke sawah, ya ..."

Kemudian pasangan suami itu pergi tidur sambil saling bergenggaman tangan. Sementara aku sendiri masih bertanya-tanya. Apa itu bebegik? Baju seperti apa yang nanti akan dipakaikan kepadaku? Apakah bagus?

Keesokan paginya, pasangan suami-istri itu bangun lebih pagi daripada fajar. Mereka mendandani aku dengan ... pakaian compang-camping. Apa?!!! Compang-camping?!!! Ah, tapi akhirnya aku mencoba berbaik sangka. Mungkin memang begitulah tren busana di daerah ini.

Berdua suami-istri itu menggotong aku sambil menyenandungkan lagu-lagu tradisional. Begitu tiba di sawah, aku dipancangkan di atas tanah berlumpur. Selanjutnya, suami-istri itu sibuk menggarap lahan. Matahari perlahan meninggi. Aku mulai dapat melihat di sekitarku dengan jelas. Hijau dan kuning yang menghampar. Angkasa yang biru. Kerbau. Gunung-gunung yang masih terhalang kabut. Apa yang kulihat memang berbeda dengan apa yang biasa kulihat dari jendela butik. Tapi ... indah sekali. Dari tempatku berdiri saat itu, aku dapat melihat kehidupan secara lebih luas. Kehidupan yang biasanya hanya bisa kulihat di televisi atau poster-poster yang tak bergerak.

Beberapa ekor burung seperti ingin terbang mendekat, namun tampak urung dan ragu. Aku tak mengerti mengapa begitu. Hingga tiba-tiba seekor burung melintas di atasku. Tak sengaja ia menjatuhkan sesuatu tepat di dekatku. Aku mengamati benda jatuh itu, lalu menyapanya.

"Hai, aku boneka salju. Tapi bukan karena aku dibuat dari salju musim dingin, lho. Salju adalah singkatan dari 'salah jurusan' .. yikikikik ..."
"Hai ... aku adalah Snowman. Tapi aku juga tidak terbuat dari salju. Aku adalah spidol warna ... yekekekek ...." Snowman memarkan merek yang tertulis di tubuhnya yang ramping sambil terkekeh. Aku juga ikut terkekeh.

Warna Snowman kuning. Maka, ia segera tersaru di antara sebagian hamparan padi yang juga telah menguning. Snowman hilang entah ke mana. Atau mungkin masih ada di sana, tapi sedang bersembunyi saja.

Aku melayangkan pandang ke sekitarku. Aku sendirian. Di sana, aku adalah satu-satunya manekin. Itu sebabnya aku menjadi satu-satunya boneka salju.


Tapi sendiri ternyata tak membuatku merasa kesepian. Entah mengapa. 

-Sundea-
221015
Cabe Garam
CS Bandung Writers' Club 4th Meeting

No comments:

Post a Comment